Kamis, 04 Maret 2010

Untung di peroleh, berkah di dapat


Keberkahan adalah kunci. Keberkahan akan mengalir tak hanya pada pelakunya saja, tapi juga lingkungannya.

”Mengapa mereka mau menggunakan fasilitas (BMT)? “ pertanyaan itu diajukan oleh general manager BMT ben taqwa, junaidi Muhammad, yang dijawabnya sendiri,”karena kami menawarkan keberkahan.”
Berkah? Sulit menjabarkan apa itu berkah. Kamus ekonomi umum seribukali dibuka tak mengenal istilah ini. Bagi junaidi, batasan berkah itu sederhana. Asalkan nasabahnya kemudian bisa mendapatkan keuntungan halal dan kemudian bisa hidup ‘ layak’, mereka mendapatkan berkah.
Berkah itu kemudian mengalir. Mereka tak mengecapnya sendirian, karena amal yang mereka sisihkan setelah membayar bagi hasil, juga dapat dinikmati anak yatim, orang jompo, pedagang yang tak mampu membayar lebih utangnya. Pokoknya, hasil dari niaga itu mengalir dan menjadi penghidupan tidak hanya bagi dirinya, tapi juga orang lain.
Berkah, dalam bahasa aslinya Barakah, berarti kebaikan atau kebajikan. Menurut pakar tafsir, al-Ashfahani, sesuatu disebut berkah (Mubarak) bila didalamnya terkandung kebaikan yang banyak. Air (hujan) disebut oleh Allah sebagai sesuatu yang mendatangkan kebaikan (al-Qaaf:9) karena ia dapat menyuburkan tanah dan menumbuhkan berbagai tanaman yang amat berguna bagi Manusia (al-Hajj:63).
Dalam Al-Quran, berkah hanya bisa meluncur diatas rel kembar: iman dan taqwa. “Sekirannya penduduk negri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.”(al-Araaf:96)
Berkah semacam inilah yang lama hilang. Ekonomi dibangun dengan fundamen kapitalisme telah mencabut akar berkah. Keuntungan yang digerakan mereka hanya terbatas mengalir kepada lingkungan mereka saja. Ibarat bendungan, lama kelamaan akan terpenuhi air’kekayaan’ yang membuat bendungan itu justru kropos dari dalam maupun dari luar. Dari dalam oleh kelicikan pelaku ekonimi diantara mereka sendiri, sedang dari luar oleh pihak-pihak yang terasing dan tak kebagian’air’ untuk sekedar membasahi pangkal tenggorokannya.
Sistem semacam ini menunggu waktu ledakannya saja. Kita baru saja disuguhi tontonan luluh lantaknya dua gedung kembar World Trade Center (WTC) New york , AS, yang menjadi pusat kapitalisme dunia. Kita prihatin terhadap sekian ribu nyawa yang menjadi korban. Tapi, sekaligus kita diingatkan system ekonomi yang terus menyerap, tanpa membagikan manfaatnya kepada sekitarnya, pada akhirnya mengundang bala. Karena pada akhirnya, bukan kekuatan militer canggih yang bisa menolak bencana, melainkan doa para yatim dan kaum dhuafa yang jauh lebih Digdaya.
M.LUTHFI HAMIDI