Minggu, 21 Februari 2010

Menjadikan professional penghela Bank Syariah

Mereka loyalis Bank syariah. Mereka kaum professional. Mereka sejatinya adalah para pewaris nabi.
Nasabah perbankan syariah ditanah air ternyata dimotori kaum menengah atas. Di jawa barat misalnya, 36,6% berpenghasilan antara Rp.750.000 sampai dengan Rp.2.000.000, sedangkan 13,4% berpenghasilan diatas Rp.2000.000. dari sisi pekerjaan, 42,9% mereka adalah pedagang, pengusaha kecil, pengusaha menengah, dan pengusaha besar. Praktis, dapat dikatakan loyalis bank syariah adalah kaum professional.
Fakta ini tentu mengmbirakan.pertama,itu menunjukan kesadaran untuk menjalankan muamalat secara islam justru menggeliat dari kalangan yang selama ini sering di cap terasing dari lingkunganya. Sejak mula, ketika bank islam pertama di Indonesia hadir dengan lahiurnya bank muamalat Indonesia, merekalah yang berdiri di belakang layar.
“Para professional itu tidak sedikit yang mengucap pendidikan tingginya dibarat,” kata Dirut bank muamalat Indonesia Triawa Amin yang juga mengenyam pendidikan masternya dibarat. Disana, kisah riawan, mereka bertemu dengan sawdaranya sesame muslim dari berbagai Negara. Pertemuan yang kemudian menghembuskan kesadaran untuk menggunakan cara muamalat islam sebagai pilihan berekonomi yang lebih baik dari tawaran barat, kapitalisme.
Kedua, ditangan para professional itu, ada harapan pengembangan ekonomi umat akan lebih mantap. bila mereka adalah para pekerja, karyawan pengusaha, minimal mereka akan menjadi agen untuk menggelorakan cara berekonomi yang sesui dengan prinsip-prinsip syariah bagi lingkunganya. Bila mereka adalah pemilik usaha, industry kecil, bahkan artispun, mereka diharapkan menjadi rahmat bagi sekelilingnya.
Contohnya yang dilakukan Dwi yul. Artis yang juga pengelola rumah produksi (PH) ini mengaku lebih pas menggunakan produk syariah bagi pendanaan sinetron yang sedang ia garap.” Proposal saya sering di lepeh oleh perbankan konvensional, kini tidak lagi,” Ujar pemeran Dr.Sartika di salah satu sinetron Televisi, suatu ketika.
Dwi Menuturkan, perbankan syariah menawarkan system yang cukup adil. Sebagai peminjam, dia tidak disodori, yang sudah fixed (Tetap), tetapi bagi hasil dengan Ratel yang menguntungkan kedua pihak. Itupun, bagihasil dari dilakukan setelah sinetron yang diproduksi sudah dibeli oleh stasiun televise swasta.”baru hasilnya dibelah. Jadi, kita sama enaknya,” imbuh istri actor kawakan, ray sahetapi.
Harapanya, tentusaja, rasa adil dan nyaman itu tak berhenti disitu saja. Keadilan, selanjutnya, juga akan dirasakan para pemain sinetron, berikut seluruk kru pendukung dalam bentuk upah kerja yang sepadan. Ada efek berantai yang kemudian dirasakan sebagai buah manfaat dari pengguna ekonomi berprinsif syariah.
Efek ini yang sudah lama hilang. Dulu, di mantan Presiden Soeharto, jargon pembangunan selalu mengacu pada teori tricle down effect (penetesan ke bawah). Bila para pengusaha besar terus digarap, dampak ekonominya akan sampai pada pengusaha kecil. Tapi teori itu hanya di awing-awang dan tak pernah terbukti. Pengusaha besar bisnisnya semakin menggurita, sementara pengusaha kecil makin tersisih dalam mengais lahan usaha.
Kini, kepada para professional yang telah menggunakan jasa perbankan syariah, teori tricle down effect itu dipertaruhkan. Semangat terpenting yang harus mereka emban dan siarkan adalah semangat keadilan dalam berekonomi. Juga semangat untuk saling membesarkan, bukan sebaliknya memakan dan mematikan.

Sumber : SENAYAN ABADI publishing
M.LUTHFI HAMIDI